Sore

Perempuan itu duduk sendiri di sebuah gazebo kecil di sebuah lapangan jauh dari tempat tinggalnyamenatap rona jingga langit yang sedikit terhalang oleh atap bangunan yang telah lapuk. Dari sudut matanya tampak banyak kalimat tanyayang sedang ia cerna sendiriseiring waktu yang bergulir perlahan menuju malam. Entah apa yang sedang dipikirkannyatak seorang pun berani menerka-nerka. Sebab ia pun tak berani menerka apa yang ada dipikiran orang lain, karena tak seorang pun tau apa yang ada didalam pikirannya. Ya, serumit itu.

Ditatapnya langit jingga itu untuk beberapa lama. Seolah dari situ, ia bisa memotret momen melalui lensa mata nya. Dia masih duduk disana, membiarkan angin menerpa tubuhnya yang kecil namun kuat bagai baja. Ada apa gerangan? Seseorang dari kejauhan menatap nya tanpa perempuan itu sadari. Barangkali ia sedang menikmati keindahan alam semesta dan dalam hatinya ia tengah menghanturkan rasa takjub ke hadirat yang Kuasa. Namun mungkin juga, ia tengah memikirkan orang lain di suatu tempatyang ia harapkan untuk menemaninya menghanturkan rasa takjub bersama-sama. 

Aku baru saja menerka-nerka isi kepalanya. Ingin rasanya aku duduk disampingnyamenikmati gradasi warna pada langitdengan kedua lutut kami saling bersentuhan. Kemudian dari situ, mungkin, aku pun bisa mulai menerka-nerka isi hatinya. Seandainya saja. 

Tampak guratan mengantarai sepasang alis perempuan itu. Dia tengah memikirkan sesuatuseperti biasa. Ketidakberaniannya mengambil langkah; perasaan tidak pantas akan sesuatu yang belum pernah ia mulai; ketakutannya yang terlalu berlebihan; dan segala hal lain membaur menjadi bom waktu di dalam diri nya. Dan aku, ingin menyelamatkan perempuan itu, sebelum bom waktu itu meledaklalu membuat setiap perasaan yang tak pernah diutarakannya terurai menjadi tiada.

Perempuan ituia tangguh sekaligus lemah. Terlalu jelas dan terlalu kabur, untukku. Namun selalu ada sesuatu tentangnyayang membuatku bertanya-tanya.

Siapa gerangan yang telah membuatmu terlukasehingga karena itukau tak bisa berhenti memikirkannya?

Dia masih duduk disana. Diantara kesunyian hingga Adzan menyuruhnya kembali. Lalu, aku, lenyap bersama sunyi yang ditinggalkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar