Langit diluar tampak tak begitu cerah. Tak ada
matahari, ataupun suara cicitan burung. Bau tanah basah terasa pekat melewati
indera penciuman akibat bekas hujan semalam. Kaca jendela telah kubuka agar
udara pagi menyebar ke dalam kamar. Rasa dinginnya membaur dengan angin dari
kipas yang terpasang di sisi tembok bewarna krem kamarku. Hari itu adalah
tanggal 16. Sebuah tanggal di
pertengahan bulan April. Hari kelahiran manusia ber-zodiak Aries. Hari lahirku.
Tak ada hal yang terlalu spesial. Untungnya,
aku masih memiliki orang-orang yang mau meluangkan waktu dan suaranya
menyerukan ‘happy birthday!’ sekitar
jam 12 malam di depan pagar rumah. Meluangkan waktu untuk hadir sekedar memberi
selamat dan berbagi lelucon-lelucon konyol. Yah, setidaknya. Kita memang selalu
punya hal untuk disyukuri.
Hujan telah men-stimulasi pikiran kami masing-masing.
Hanya suara obrolan dan tawa yang ditahan agar tak terlalu keras yang membuat
suasananya menjadi hangat. Akhirnya waktu lah yang membatasi kebersamaan. Sekitar pukul tiga pagi, saat hujan telah hampir
sepenuhnya berhenti, aku melepas kepergian mereka kembali ke rumah
masing-masing, lalu dengan hati yang entah merasakan apa, aku menyeret tubuhku
kembali berbaring di dalam kamar sementara tak ada satupun di rumah ini yang
juga terjaga sepertiku.
Aku membolak-balikkan posisi tubuhku. Mencoba
tidur dengan cara membenamkan wajah ke dalam bantal sambil mendengarkan
lagu-lagu yang mengalun rendah di telinga. Namun entah mengapa rasanya setiap
detik aku ingin menjaga mataku agar tetap terbuka, seolah ada sesuatu yang
menunggu. Akhirnya hampir dalam setiap lima detik ketika aku sadar aku tak bisa
tertidur, aku menge-check kembali handphone ku yang kutaruh tepat
disamping bantal kepala lalu membaca ulang pesan-pesan ucapan yang masuk.
Aku tersadar bahwa satu-satunya hal yang
sedang menunggu itu adalah aku.
Aku benar-benar tak bisa tertidur. Bahkan
hingga adzan subuh telah berkumandang samar-samar. Aku beranjak dari kamarku
lalu mengambil air wudhu dan memenuhi panggilan Tuhan. Aku membiarkan lampu
tetap padam sehingga aku bisa merasa lebih khusyuk saat melafaskan ayat-ayat
suci Al-qur’an. Kutadahkan tanganku seraya mengucap syukur masih diberi
kesempatan untuk menghela nafas hingga umurku yang ke 19. Hingga akhirnya, aku
merasakan air mengalir di pipiku. Awalnya hanya sebutir, namun kemudian aku tak
mampu menguasai perasaanku sendiri sehingga air tersebut mengalir semakin
deras. Aku tau bahwa perasaanku sedang tidak karuan. Namun masih doa yang sama,
yang kusebutkan setiap keningku menyentuh tempat sujud di rakaat terakhir.
Masih untuk orang-orang yang sama, kepada siapa doa-doaku kutujukan. Seburuk
apapun itu kondisinya, masih nama yang sama yang tak pernah lupa kusebut
dihadapan Tuhanku, yang kuucapkan pelan-pelan dibalik kedua tanganku yang
tengah mengadah.
Malam telah berubah menjadi fajar, lalu
pelan-pelan menjadi pagi. Aku baru bisa terlelap ketika waktu sudah menunjukkan
pukul sembilan, lalu terbangun dua jam setelahnya. Hari itu cuaca begitu
mendung dan sesekali terdengar suara dentuman guntur. Sampai akhirnya hujan pun
turun saat pergantian sore ke malam hari. Entahlah, rasanya hari itu sepi
sekali. Mungkin karena jadwal kuliah yang kosong yang membuatku tidak harus ke
kampus sehingga hari itu terasa jauh lebih sepi dari hari biasanya. Tapi hari itu
memang sepi sekali. Mungkin hanya sebatas sugestiku saja..
happy turning 19, aries..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar