Memories.



Kita semua pasti pernah ngerasain gimana rasanya mendatangi sebuah tempat dimana dulu kita pernah berada di tempat itu, menghabiskan begitu banyak waktu dan kejadian, lalu mikir "time goes by so damn fast.." Ketika sekelebat ingatan muncul seiring penglihatan yang sibuk menjelajah sudut-sudut yang pernah dipijaki. Tempat yang sekarang kelihatannya udah banyak berubah, tapi suasananya masih tetap sama.

Dua minggu lalu baru diadain acara pengkaderan kedua buat junior gue dikampus, dimana disitu gue bersumbangsi sebagai panitia. Acaranya semacam Latihan Dasar Kepemimpinan yang biasa diadain di bangku sekolah menengah. Pas gue dengar kabar lokasi acaranya dimana, gue udah bahagia duluan. Lokasinya di LEC Athirah Baruga, tempat dimana gue pernah menghabiskan waktu tiga tahun demi sebuah ijazah SMP.

Gue dan beberapa teman berangkat duluan ke lokasi sekitar jam 4 sore. Pas nyampe, kita langsung menge-check keadaan kamar dimana nantinya junior-junior gue bakal tidur disitu. Habis dari kamar, kita jalan ke aula, tempat yang bakal selalu dipake selama kegiatan pengkaderan sebagai lokasi penerimaan materi, dll. Gue melangkah masuk ke dalam aula, dan kemudian.. sekelebat ingatan muncul satu persatu.

Gue ingat sekitar tujuh tahun yang lalu, saat gue melangkah masuk ke ruangan yang sama. Saat itu adalah hari kedua dari Masa Orientasi Siswa, dan gue datang terlambat soalnya mobil jemputan gue terlambat menjemput. Gue lari-lari ke aula dengan berpakaian baju olahraga, sambil nenteng bungkusan plastik berisi kacang ijo. Waktu gue datang, aula udah penuh sama peserta MOS yang udah duduk anteng di kursinya masing-masing. Pas gue masuk, guru agama yang lagi berbicara ditengah langsung menyambut gue dengan berkata melalui microphone. iya. lewat microphone. "Ini Anisa Shabrina.. Dia terlambat dijemput sama angkutannya.." Jreeenggg! Sebelum itu mama memang nelfon ke sekolah, ngasih tau kalo si Anisa Shabrina terlambat datang karena mobil angkutannya telat menjemput. -__- Seisi ruangan berbalik kepala dan menoleh ke gue lalu menatap seolah gue baru aja membunuh seekor anak kingkong dalam waktu kurang dari 5 menit. Disitu rasanya malu abis. Rasanya pengen goyang itik biar suasananya jadi gak terlalu serius. Sayangnya watu itu goyang itik sama sekali belum dikenal oleh masyarakat umum.

Kembali ke suasana aula yang kosong. Gue dan beberapa teman memutari seisi aula sambil merapikan beberapa letak kursi yang kurang rapi. Dalam aula itu terdapat dua pintu masuk ke sebuah ruangan yang menghubungkan kita ke panggung. Kalo istilahnya sih backstage. Mendadak, gue ingat suasana ruangan backstage yang begitu sesak oleh murid-murid kelas tiga. Waktu itu diadakan pentas seni kecil-kecilan sebelum kelulusan. Masing-masing dari anak kelas tiga bakal menyumbangkan persembahan. Ada yang menari, main drama, paduan suara, tampil band, dll. Gue sendiri watu itu memainkan sebuah peran dalam drama horror-komedi yang beranggotan teman-teman kelas gue. Oh ya, gue juga ikutan paduan suara. Gue masih ingat jelas waktu itu gue pake baju batik yang dikasih sama salah seorang teman biar pakaian kita seragam. Waktu kita nampil, guru gue sampe nangis terharu. Kebetulan lagu yang dinyanyikan emang lagu sedih. Gue gak ingat judulnya apa.

Di aula itu juga, gue pernah foto bareng sama semua pengurus osis dan beberapa guru pembimbing. Dan masih banyak ingatan-ingatan lainnya..

Secara penampakan, aula tersebut masih sama seperti beberapa tahun yang lalu. Mungkin yang bikin beda karena beberapa sisi atapnya sudah tampak hitam usang.

Besoknya, gue keliling bekas sekolah gue sendirian. Berjalan melalui koridor; melewati kelas-kelas yang sunyi. Kelas bahasa Inggris udah jadi kelas bahasa Arab. Ruang osis udah jadi ruang kepala sekolah. Banyak banget yang berubah. Tapi sekali lagi, suasananya masih tetap sama. Hangat seperti biasanya.

Waktu berjalan dengan terlalu cepat. Gue gak pernah mikir bakal berada di tempat itu lagi sebagai orang yang berbeda. Sebagai mahasiswi. Bukan sebagai anak SMP yang baru mencoba mengenal dunia.

Selalu ada hal-hal baru yang menggantikan hal-hal lama. Emang udah kayak gitu semestinya. Gue sendiri benci setiap harus beradaptasi dengan hal-hal baru. Hal-hal baru yang kalo orang-orang bilang sih selalu lebih baik dari hal-hal sebelumnya. Kadang gue ngerasa gue gak butuh yang terbaik, gue cuma butuh apa yang hati gue butuhkan.

Bertahun-tahun udah lewat, tapi atmosfernya masih tetap hangat. Seolah gue baru menginjakkan kaki kembali, pulang ke rumah yang sudah lama gue tinggal pergi..

Hujan

Hujan ini bukanlah hujan deras, namun bukan juga hujan gerimis
wajah langit tampak berwarna abu-abu pucat, tak pekat seperti seharusnya
air yang turun dari ujung atap juga tampak sayu
mereka jatuh dengan begitu pelan
bulir-bulir hujan itu..
mereka jatuh seolah merasa enggan bertemu dataran
barangkali karena sudah terlalu sering bertemu
sedangkan disini, disana, dimana-mana
begitu banyak wajah-wajah pucat dan sayu
berdoa secara pelan dan tanpa rasa enggan
berharap untuk segera bisa menemui datarannya...